trik menulis novel + sukses diterima penerbit   
      Kontributor oleh Ida - indojaya.com     
     
         
 
 
Gimana sih cara nulis novel yang baik? Enggak usah panik ada Farida
  Susanty jebolan Coaching Cerpen W 2007. Cewek ini juga berhasil 
menyabet  penghargaan bergengsi di dunia sastra, Khatulistiwa Award 
kategori  penulis baru terbaik melalui novel karyanya, Dan Hujan Pun 
Berhenti.  Berikut tips-tips dari Farida yang sebenarnya enggak susah 
buat diikuti.  
1. Untuk tulisan pertama, tulis yang kita tahu dulu saja. 
Data dan isi  memang penting, tapi usahakan untuk mencari ide dasar 
yang simple saja.  Kalau terlalu rumit, malah malas mulai karena bingung
 mau nulis apa.
2. Tulis sesuatu yang kita banget. 
Kita suka romance? Ya tulis romance,  jangan horor. Menulis sesuatu yang kita suka akan bikin kita semangat.
 3. Jangan pikirin hasilnya sampai tulisan itu selesai. 
Tulisan awal  memang selalu jelek. Tapi enggak berarti cerita itu 
jelek. Kan nanti ada  tahap revisi. Pas sudah selesai, baru deh kita 
edit hal-hal yang enggak  banget itu.
4. Cari tahu kebiasaan kita. 
Apakah kita lebih produktif nulis pas malam? Atau di tempat terbuka? Pakai aromaterapi, mungkin? 
5. Catat ide. 
Bawa notes dan pulpen ke mana-mana. Ide bisa datang tiba-tiba, sayang kan kalau sampai lupa karena enggak dicatat?
6. Banyak baca buku penulis-penulis lain dan pelajari cara mereka membentuk dan menyampaikan cerita.
Fiuhh... leganya. Naskah yang sudah kita buat selama berbulan-bulan  
sekarang sudah selesai. Kita mulai bersandar ke kursi dan berkhayal buku
  kita diterbitkan. Eits, jangan buru-buru. Sebelum diterbitkan, langkah
  pertama adalah, kirim dulu ke penerbit. Dan ini aturan-aturan yang 
perlu  kita perhatikan supaya naskah kita yang bagus enggak ditolak. 
1. bukan draft pertama
Jangan beri penerbit draft pertama. Sebisa mungkin, edit dulu tulisan  
kita. Selalu ada yang kurang di draft pertama. Entah ejaan, entah cerita
  yang setelah dipikir-pikir tidak nyambung, atau yang lainnya.  
Mengumpulkan komentar orang juga berguna dalam revisi ini. Sayang kan  
kalau ide kita yang bagus ditolak, cuma karena kurang dipoles dan agak  
acak-acakan? Beri mereka yang terbaik.
2. identitas lengkap
Cantumkan identitas lengkap kita. Nama, alamat, nomor telepon,  
pendidikan terakhir, dan kalau ada, prestasi-prestasi kita di dunia  
tulis menulis.
3. look matters
Pimp your 
manuscript appearance. Ada editor yang mengaku, dia memilih  naskah yang
 paling rapi dan menarik di antara tumpukan naskah. Jilid  yang rapi, 
jangan cuma di-print atau diikat pakai karet (seriously, this  is 
happen!) Jangan lupa cantumkan nomor halaman dan daftar isi.  Perhatikan
 juga bagaimana syarat-syarat penulisannya. Ada yang ukuran  hurufnya 
harus 12, spasi 1,5. Ada yang cuma 1 spasi. Perhatikan itu  baik-baik. 
Coba cek website penerbit untuk info lebih jelas.
4. sinopsis
Bukan sinopsis seperti yang ada di belakang buku. Sinopsis adalah garis
  besar cerita dari awal sampai akhir. Dari mulai, sampai ending. Editor
  akan lebih mudah memeriksa naskah kita, lebih cepat, sehingga kita 
bisa  cepat tahu apakah naskah kita diterima atau ditolak. Kita enggak 
usah  nunggu lama-lama, cuma karena sang editor bingung dan enggak 
mengerti  bab-bab awal dan bertanya-tanya apa cerita dari naskah kita 
sebenarnya.
5. pilih penerbit
Ini yang 
harus ditekankan, jangan salah pilih penerbit. Cari penerbit  yang 
sesuai dengan naskah kita. Kalau naskah kita romance, jangan pilih  
penerbit yang kita tahu suka menerbitkan cerita detektif. Kalau cerita  
kita tentang science fiction, jangan cari penerbit komedi. Apakah  
mungkin naskah kita diterima, kalau silang genre seperti itu? Mungkin  
saja sih, tapi kemungkinannya kecil. Penerbit biasanya punya prinsip  
sendiri tentang selera mereka terhadap buku yang akan mereka terbitkan. 
 Dan meskipun naskah kita bagus, penerbit itu akan menolak naskah kita  
karena beda genre. Sedih kan?
6. datang langsung
Selain dikirim, ada baiknya kita langsung datang ke penerbit. Malah,  
bisa jadi ini adalah cara yang paling efektif. Kita bisa datang langsung
  dan mempresentasikan buku kita di depan editor. Bisa juga sambil  
nanya-nanya langsung ke dia tentang hal-hal yang membuat kita bingung.  
Yang paling penting, kita bisa meminta nomor HP sang editor, sehingga  
kita bisa mengontrol naskah kita dan bertanya tentang perkembangannya.  
Tapi jangan tanya setiap hari ya. Nanti dia marah, lho, he he he…
A. Langkah Awal
Jika
 kita memiliki buku yang sudah siap diterbitkan tentunya kita harus 
mengetahui langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan untuk 
menerbitkan buku tersebut. Secara garis besar ada dua alternatif untuk 
menerbitkan buku.
1. Menyerahkan naskah kita ke penerbit. Jadi, buku kita akan diterbitkan oleh mereka.
2.
 Menerbitkan sendiri (self publishing). Kelebihannya, seseorang bisa 
bebas menerbitkan apa saja. Kelemahannya, soal-soal lain terkait dengan 
penerbitan buku seperti pemasaran, promosi, administrasi, cetak-ulang 
jika laku, dll. menjadi tidak terkendalikan.Terbit perdana biasanya 
(untuk ukuran normal) 3.000 eksemplar. Cara menjual dan memasarkannya 
jelas perlu bantuan orang lain, tidak bisa dilakukan sendiri. Terkait 
dengan penjualan, kita harus berhubungan dengan distributor, agen, 
kemudian toko-toko buku. Terkait dengan pemasaran, kita harus 
berhubungan dengan pameran buku dan sarana-sarana promosi
B. Mengirim Naskah Ke Penerbit
Tampaknya
 mengirim naskah ke penerbit memang lebih mudah dilakukan. Umumnya 
hampir semua penulis menempuh jalur ini.  Dengan mengirimkan naskah kita
 ke penerbit seluruh biaya produksi akan ditanggung sepenuhnya oleh 
penerbit. Kita tidak perlu memikirkan biaya percetakan, distribusi, 
promosi, dan sebagainya. Yang harus kita lakukan hanyalah meyakinkan 
penerbit bahwa buku kita layak untuk diterbitkan.
Untuk mengirim 
naskah ke penerbit tentunya kita harus menghubungi penerbit terlebih 
dahulu. Yang pertama kita lakukan adalah mencari alamat penerbit. Jika 
kita ingin menerbitkan novel remaja atau teenlit belilah buku dari 
berbagai penerbit seperti Gramedia, Gagasmedia, Puspa Swara dan 
sebagainya. Di dalam buku tersebut pasti ada alamat penerbitnya. Kita 
bisa mencatat nomor teleponnya kemudian menghubungi penerbit tersebut.
Atau
 jika kita malas menghubungi penerbit kita bisa coba melalui email. 
Biasanya penerbit sekarang punya email. Kalau alamat email tak ada di 
buku yang mereka terbitkan coba cari tahu. Agar email mendapat jawaban 
dari orang yang tepat, sebaiknya gunakanlah email pribadi dari si 
editor, bukan email umum yang dibaca oleh entah siapa. Misal email 
pribadi editor Mizan Learning Centre, Hernowo adalah hernowo@mizanlc.com
Carilah
 alamat email pribadi si editor, sapalah ia dengan bahasa sopan dan 
personal. Insya Allah ia dengan senang hati akan menjawab pertanyaan 
kita.
C.Mengetahui Karakter Penerbit
Hal
 yang tak boleh dilupakan jika kita mengirim naskah ke penerbit adalah 
mempelajari karakter penerbit tersebut. Hal ini sangat penting diketahui
 karena setiap penerbit memiliki karakter yang berbeda-beda. Walaupun 
Gagasmedia dan Gramedia sama-sama menerbitkan teenlit, pasti ada 
karakter yang berbeda pada buku-buku terbitan mereka.
Sebagai contoh 
MQS Publishing menginginkan buku-buku terbitan mereka tidak bertentangan
 dengan keislaman, gagasan orisinal dan menarik atau bentuk lain gagasan
 yang lebih inovatif, ditulis dengan bahasa yang gamblang atau mudah 
dicerna serta dinalar dan terutama marketable.(
www.pembelajar.com)
Nah,
 sudah jelas kan setiap penerbit memiliki selera yang berbeda-beda. Jika
 kita mengirim buku bergaya metropolis dan hedonis ke MQS tentu akan 
ditolak mentah-mentah tapi mungkin berbeda jika kita mengirimkannya 
kepada penerbit lain.
Untuk itulah sebelum mengirim naskah kepada 
suatu penerbit, kita harus mengetahui terlebih dahulu karakter dari 
penerbit tersebut. Tujuannya jelas, agar naskah kita terkirim kepada 
penerbit yang tepat.
Jika naskah kita ditolak alasannya tentu 
bukan karena naskah yang tidak sesuai dengan selera serta misi dan visi 
penerbit. Jika memang ini alasannya kita tidak perlu sedih dan kecewa. 
Karena masih banyak penerbit lain yang memiliki selera serta visi dan 
misi yang sama dengan kita.
Bagaimana mengetahui selera penerbit?
 Ada banyak caranya. Cara yang paling ampuh tentu saja dengan membaca 
buku-buku yang mereka terbitkan. Dari sana biasanya kita akan mendapat 
gambaran yang memadai.
Atau kita bisa juga bertanya kepada 
penulis atau siapa saja yang sudah mengenal karakter penerbit. Saat ini 
ada banyak milis penulisan yang dapat digunakan untuk mencari informasi 
seperti ini.
D. Melihat Potensi Pasar
Setiap
 penerbit tentunya memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap buku 
yang akan mereka terbitkan. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya jika 
naskah kita ditolak di suatu penerbit bukan berarti tulisan kita jelek. 
Bisa saja karena tidak sesuai dengan visi dan misi mereka.
Secara
 umum, sebuah naskah ditolak karena naskah tersebut diprediksi tidak 
laku, temanya tidak diminati pasar. Alasan lain karena naskah tersebut 
ditulis dengan cara yang tidak tertata sehingga membutuhkan pengolahan 
di redaksi yang sangat sulit.
Bagaimana dengan peluang penulis pemula? Apakah penerbit lebih menyukai tulisan yang pemula atau yang lebih ternama?
Sebagai gambaran, berikut adalah kebijakan yang diterapkan oleh penerbit Andi Publisher, Yogyakarta:
- Editorial (kualitas naskah dari segi bahasa, EYD, dst) = 10 %
- Peluang potensi pasar = 50 %
- Keilmuan (khususnya untuk naskah nonfiksi) = 30 %
- Reputasi penulis = 10%
Jadi
  jelas suatu penerbit akan menolak atau menerbitkan suatu naskah 
bergantung pada menarik tidaknya naskah itu. Saat ini banyak penulis 
pemula yang tak dikenal melejit gara-gara bukunya dikemas dengan judul 
yang unik dan menarik perhatian orang. Misalnya, Jangan Jadi Orang 
Gajian Seumur Hidup. Ada pengarang yang sebelumnya tak dikenal yang 
melejit gara-gara punya komunitas, ada juga yang memang menerbitkan 
sebuah  karya yang lain daripada yang lain. Pada tahun 2005, beberapa 
penulis novel remaja (serial "teenlit"), tiba-tiba bukunya sangat laku.
Biasanya
 buku-buku yang diterbitkan oleh penulis pemula adalah buku-buku fiksi. 
Hal ini sangat wajar karena buku fiksi lebih mudah dijual dan pasarnya 
lebih besar daripada nonfiksi. Sebenarnya penulis pemula boleh saja 
menerbitkan buku nonfiksi karena memang tidak ada larangan dalam 
berkarya. Hanya biasanya mereka mempertimbangkan laku-tidaknya. Karena 
menulis buku –baik fiksi maupun nonfiksi- tidak mudah.
Jadi, 
penerbit dalam menerbitkan naskahnya sangat melihat potensi pasar atau 
tren yang sedang berkembang. Masalah tren ini memang sangat cepat 
berubah. Agak  sulit meramal tren untuk masa sekarang karena perubahan 
begitu  sangat cepat. Kalau kita amati tahun 2006, novel masih 
mendominasi, terutama yang kontroversial model Da Vinci Code  atau novel
 yang mengisahkan "kelainan" (seperti 24 Wajah Billy). Buku agama juga 
masih memiliki pasar, terutama yang terkait dengan terapi, kemukjizatan,
 atau penyibakan misteri.
Lantas, tentu, buku model Detik-Detik Menentukan karya Pak Habibie juga masih
akan laku jika seorang tokoh atau siapa saja bisa menguak hal-hal yang
membuat orang penasaran.
Sebuah
 penerbit yang jeli dalam melihat potensi pasar dapat menghasilkan buku 
yang kita kenal dengan sebutan best seller. Sebenarnya apa kriteria buku
 dikatakan best seller? Mengapa saat ini banyak penerbit yang mengklaim 
bukunya sebagai best seller?
Hal ini sangat wajar karena menurut 
kesepakatan buku yang terjual 7000 eksemplar sebelum setahun sudah bisa 
dikatakan sebagai best seller.
E. Kelengkapan Naskah
Setelah
 kita tahu akan mengirim naskah ke penerbit mana langkah selanjutnya 
tentu saja mengirimkan naskah tersebut. Tapi sebelum kita mengirimkan 
naskah kita harus tahu kelengkapan apa saja yang harus kita kirim pada 
penerbit.
Untuk Naskah Novel, yang harus dikirim adalah:
1. 
Naskah novel secara utuh. Jadi, jangan hanya mengirim bab 1 atau daftar isinya saja.
2. 
Sinopsis cerita. Ini sangat penting agar penerbit memiliki gambaran yang jelas mengenai isi novel kita sebelum mereka membacanya.
3.
 Surat pengantar. Memang ini tidak wajib, tapi diperlukan sebagai sopan santun terhadap penerbit.
4. 
Biodata penulis. Biasanya biodata ini dibagi menjadi dua jenis, dan sebaiknya kedua-duanya kita kirim.
Jenis
 pertama adalah biodata yang tujuannya sebagai arsip si penerbit saja, 
bukan untuk dipublikasikan. Pada biodata ini, kita harus mencantumkan 
nama asli, alamat lengkap, nomor telepon, nomor rekening bank, dan 
sejumlah data penting lainnya., Data seperti ini diperlukan untuk 
kepentingan administrasi dan komunikasi antara anda dengan si penerbit.
Jenis
 kedua adalah biodata yang isinya lebih kurang sama dengan biodata 
penulis yang biasa kita temukan pada buku-buku yang telah diterbitkan. 
Biodata inilah yang nantinya akan dimuat pada buku kita, jika 
diterbitkan.
5. S
egmentasi naskah.
 Ini digunakan sebagai bahan pertimbangan tim marketing di penerbit 
tersebut. Segmentasi naskah cukup diuraikan dalam kalimat singkat, 
misalnya:
Novel ini ditulis dengan bahasa sehari-hari, para tokohnya 
adalah anak SMA dan mahasiswa. Novel ditujukan bagi remaja usia 12-20 
tahun yang beragama Islam.
6. 
Karakter para tokoh. Ini digunakan untuk membantu ilustrator dalam membuat gambar-gambar dalam novel kita.
Perlu
 diketahui, naskah kita cukup diketik dengan format biasa di MS Word. 
Masalah desain dan lain sebagainya akan ditangani oleh penerbit. 
Bagaimana dengan buku komik? Ada penulis yang bisa menggambar, jadi 
gambar dan naskah ditulis sendiri. Ada juga yang diserahkan ke 
ilustrator, penulis hanya menulis naskahnya. Jika ada pembagian honor, 
biasanya penulis yang membayar ilustrator. Bisa juga diadakan kerja sama
 dalam bentuk royalti.
Sedangkan Untuk Kumpulan Cerpen, 
kelengkapan naskah tak jauh beda dengan novel. Yang tidak wajib kita 
sertakan hanyalah nomor 2 (sinopsis) dan 6 (karakter para tokoh).
Untuk
 Naskah Nonfiksi, hampir sama dengan fiksi. Namun, untuk naskah nonfiksi
 kita bisa mengirim daftar isi saja tidak perlu mengirim naskahnya 
secara utuh. Hal itu karena sebuah penerbit dapat mengetahui gambaran 
isi dari naskah nonfiksi hanya dengan membaca daftar isinya. Kita juga 
bisa mengirim bab satu atau mungkin sinopsisnya saja.
Memang 
tidak ada salahnya jika kita mengirim naskah yang utuh dan siap 
diterbitkan. Semuanya tergantung pada keputusan dan juga kebijakan 
penerbit tentunya.
Pada naskah nonfiksi cukup penting bagi kita untuk menyertakan sebuah halaman yang berisi:
- konsep utama buku kita
- tujuan penulisan buku tersebut
- misi dan visi apa yang anda emban di dalam buku ini.
- apa keunggulan utama dari buku ini.
-
 jika buku kita punya tema yang mirip dengan buku-buku lain yang sudah 
terbit, ceritakan apa keunggulan buku kita dibanding buku-buku tersebut.
Kita
  dapat menceritakan semua poin ini di dalam satu atau dua halaman 
kuarto. Ini berfungsi  sebagai bahan pertimbangan si penerbit untuk 
menerima atau menolak naskah kita.
Setelah merasa naskah kita 
lengkap, tentunya kita akan mengirimnya ke penerbit. Kita bisa 
mengirimkannya lewat pos atau mungkin lewat e-mail. Mana yang lebih 
baik? Memang saat ini mengirim lewat e-mail akan jauh lebih praktis. 
Namun menurut Hernowo, CEO Mizan Learning Centre, lebih baik mengirim 
lewat pos karena memudahkan penerbit untuk menilainya meski cukup 
merepotkan penulis.
F. Masa Tunggu dan Proses Penerbitan
Setelah
 naskah kita dikirimkan ke penerbit, kita menunggu naskah kita untuk 
diterbitkan.  Berapa lama naskah kita akan diterbitkan? Bergantung 
konteksnya, apakah saatnya tepat atau tidak. Biasanya kalau sebuah tema 
sedang ramai-ramainya dibicarakan masyarakat dan tema itu cocok dengan 
buku yang akan diterbitkan saatnyalah buku itu diterbitkan. Ada juga 
buku yang membentuk opini atau lingkungan sehingga bisa diterbitkan 
kapan pun.Jadi jangan heran jika satu bulan itu sudah bisa dikatakan 
jangka waktu yang sangat cepat.
Bagaimana prosedur dalam sebuah 
penerbitan? Setelah menerima naskah kita, penerbit akan menyerahkan pada
 editor yang berkompeten. Jika naskah kita adalah buku keagamaan, maka 
akan diserakan pada editor yang menangani buku keagamaan.
Nah, si
 editor akan membaca naskah kita. Biasanya ia tidak bekerja sendirian, 
ada tim yang bertugas untuk menyeleksi naskah yang masuk. Tim yang 
terdiri dari editor (bertugas mempertimbangkan naskah dari segi bahasa, 
bobot tulisan), staf marketing (mempertimbangkah apakah naskah memiliki 
nilai jual tinggi), dan beberapa staf lainnya.
Ketika naskah kita 
masih dalam proses seleksi, kita boleh menanyakan pada penerbit akan 
berapa lama kita harus menunggu. Penerbit yang baik tentunya akan 
memberikan jawaban yang pasti. Jika sudah begini, tentunya kita akan 
merasa lebih tenang karena sudah memiliki gambaran sampai berapa lama 
harus menunggu.
Setelah naskah kita sudah siap untuk diterbitkan,
 maka proses penerbitan pun dimulai. Hal yang pertama dilakukan adalah 
editing, editor akan mengedit naskah kita, memperbaiki bahasanya, dan 
seterusnya.
Selanjutnya desainer akan mendesain buku kita sebagus
 dan semenarik mungkin. Kemudian, ilustrator akan membuatkan cover yang 
bagus untuk naskah kita termasuk gambar-gambar dalam naskah jika 
diperlukan. Setelah semua proses  selesai, maka naskah kita siap untuk 
dicetak.
Waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan proses pracetak,
 dalam keadaan normal, adalah sekitar 1 atau 2 bulan. Jika keadaan tidak
 normal karena terjadi masalah atau kendala waktu yang diperlukan bisa 
lebih lama lagi.
Kita sebagai penulis sangat dianjurkan untuk 
terlibat  dalam proses penerbitan. Kita bisa memberikan masukan mengenai
 desain buku, cover, dan sebagainya yang berhubungan dengan buku kita. 
Tujuannya agar buku yang diterbitkan nantinya sesuai dengan keinginan 
kedua belah pihak.
Sebelum naskah kita dicetak ada proses yang 
dinamakan proof reading. Penerbit akan mencetak satu eksemplar buku kita
 (dengan printer biasa) kemudian kita dipersilakan untuk mengoreksi 
naskah kita, siapa tahu ada yang salah ketik, dsb. Jika yakin tidak ada 
yang salah kita serahkan naskah tersebut ke penerbit. Mereka akan mulai 
mencetaknya.
Waktu yang normal untuk proses pencetakan adalah 
sekitar tiga minggu. Setelah naskah kita selesai dicetak, maka siap 
didistribusikan dan dijual kepada umum.
Bagian distribusi dan 
pemasaran jelas berbeda dengan bagian redaksi, misalnya. Bagian 
distribusi, intinya, adalah menyebar buku ke banyak tempat dan 
mendeteksi di mana sebuah buku mendapatkan konsumen  terbesar.
Pemasaran berbeda dengan distribusi. Pemasaran biasanya dipadankan  dengan
marketing,
 sementara distribusi lebih ke penjualan. Marketing lebih ke penyusunan 
strategi dan biasanya bekerja sama dengan bagian promosi.
Kiat-kiat mempromosikan buku intinya adalah bagaimana memberitahukan ke
pelanggan bahwa sebuah buku itu menarik untuk dibaca dan bermanfaat.
G. Seputar Royalti
Di
 dalam penerbitan buku honor yang kita terima dari penerbit biasa 
disebut royalti. Namun sebelum memutuskan sistem royalti yang akan 
diterima oleh penulis, penerbit akan menentukan terlebih dahulu harga 
jual buku tersebut. Bagaimana penerbit menentukan harga jual buku?
Harga
 buku biasanya ditentukan dua biaya-utama oleh biaya tetap (fixed cost) 
dan biaya variabel. Yang tetap meliputi, misalnya, biaya desain, 
setting, dan juga harga naskah (jika dibeli tanpa royalti).
Variable cost misalnya kertas.Dari seluruh biaya tersebut, kasarnya, kemudian dikalikan 4 atau 5. Itulah harga jual buku.
Nah,
 setelah penerbit menentukan harga jual buku, penerbit dan penulis akan 
mendiskusikan sistem royalti mana yang akan digunakan. Dilihat dari 
sistem pembayarannya ada dua jenis royalti yang biasa digunakan oleh 
penerbit:
1. Beli Putus
Pada
 sistem ini jika buku akan diterbitkan, penerbit akan membeli buku kita 
dan dibayar di muka. Misalnya, Rp6juta. Maka inilah harga dari buku 
kita. Selanjutnya kita tidak mendapat royalti apapun.
Sistem ini 
sangat baik digunakan jika kita mengirim naskah ke penerbit baru yang 
belum jelas reputasinya. Posisi kita akan sangat aman di sini karena tak
 perlu berurusan lama dengan penerbit.
Sebaliknya sistem beli 
putus juga memiliki kelemahan. Jika buku kita menjadi best seller, 
penerbit akan mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar dari harga 
buku kita. Kita cukup rugi namun tak bisa protes apapun.
Sistem 
beli putus ini bisa berlaku seumur hidup dan bisa juga berlaku dalam 
jangka waktu tertentu. Misalnya buku dibeli Rp15 juta untuk jangka waktu
 tujuh tahun. Setelah masa tujuh tahun berakhir kita bisa menerbitkan 
kembali buku tersebut di penerbit lain.
Biasanya penerbit tidak 
bersedia menggunakan sistem ini untuk penulis pemula atau buku-buku yang
 tidak terlalu laku. Bagi mereka sistem ini memiliki risiko tinggi 
karena belum tentu laku di pasaran. Kalau penulisnya terkenal dan yakin 
bukunya akan laku di pasaran penerbit akan dengan senang hati 
menggunakan sistem beli putus.
2. Royalti Berkala
Sistem lain yang biasa digunakan adalah sistem royalti berkala.
Sebagai contoh:
Zlatan menerbitkan buku di penerbit CDE dan dicetak 3.000 eksemplar. Harga jual buku adalah Rp25000,00.
Kalau buku ini laku semua penerbit akan menerima uang penjualan sebesar 3000 X Rp25.000 = Rp75.000.000,00
Misalnya Zlatan mendapat royalti 10 persen dari total penjualan = Rp75.000.000,00 X  10% = Rp7.500.000,00
(royalti
 yang diterima bervariasi sesuai kesepakatan penerbit dan penulis, dari 5
 hingga 15 %. Untuk memudakan di sini digunakan 10 persen)
Royalti Zlatan tidak diterima sekaligus. Ketika pertama terbit ia mendapat royalti Rp750.000,00.
(Angka di sini hanya contoh, biasanya penerbit mempunyai perhitungan tersendiri untuk uang muka royalti)
Penerbit
 CDE masih memiliki utang kepada Zlatan sebesar Rp6.750.000,00. Sisa ini
 akan dicicil secara berkala misalnya 5 bulan sekali.
Misalnya selama 5 bulan pertama buku Zlatan terjual 1.500 eksemplar.
Maka royalti yang didapatkan:
Rp25.000 X 1.500) X 10 % = Rp3.750.000,00
Biasanya penerbit membebankan pajak penghasilan kepada penulis. Jadi royalti masih dipotong pajak 15 persen.
Sistem
 royalti berkala ini mempunyai keunggulan jika buku kita menjadi best 
seller. Kita akan terus memperoleh royalti selama buku kita dibeli orang
 sampai kapan pun.
Kelemahannya, kita memperoleh royalti tidak 
sekaligus. Jika kita berhadapan dengan penerbit baru sistem ini kurang 
aman. Kita tidak tahu apakah mereka disiplin dalam membayar royalti, 
apakah jujur dalam melaporkan hasil penjualan, dsb.
Dalam menentukan 
sistem royalti biasanya tergantung posisi tawar menawar antara penerbit 
dan penulis. Biasanya akan dirundingkan sehingga menguntungkan kedua 
belah pihak.
H. Perjanjian Penerbitan Buku
Karena
 hubungan antara hubungan antara penerbit dan penulis adalah mitra 
kerja, sudah sepatutnyalah diadakan perjanjian tertulis di antara kedua 
belah pihak. Perjanjian ini tentunya harus menguntungkan kedua belah 
pihak.
Surat perjanjian penerbitan buku meliputi banyak hal 
seperti hak cipta yang tetap ada pada penulis apa pun yang terjadi atau 
bagaimana pembagian royalti jika penulis lebih dari satu.
Sistem 
royalti juga bisa tertuang dalam perjanjian. Misalnya jika penerbit dan 
penulis memutuskan mitra/sharing sehingga pembiayaan produksi ditanggung
 kedua belah pihak. Sistem royalti yang digunakan apakah bagi hasil dan 
sebagainya bisa dicantumkan dalam perjanjian.
Hal lain yang bisa 
diatur dalam perjanjian misalnya jika penulis tidak puas dengan suatu 
penerbit dan ingin berganti penerbit. Mengenai prosedur dan lain 
sebaginya biasanya tertuang dalam perjanjian.
Untuk lebih melihat contoh surat perjanjian penerbitan buku bisa diklik 
di sini.
I. Buku Terjemahan
Saat
 ini selain buku asli keluaran Indonesia banyak sekali buku-buku asing 
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Bahkan buku-buku 
terjemahan sangat diminati seperti Harry Potter misalnya.
Sebenarnya
 menerbitkan buku terjemahan merupakan kegiatan transfer ilmu. Dahulu 
pada zaman awal Islam para sarjana Muslim menerbitkan buku-buku dari 
Yunani, India, dan Persia.
Pada umumnya buku terjemahan yang ada di Indonesia diterjemahkan dari bahasa Inggris (Amerika Serikat) dan bahasa Arab (Mesir).
Lantas
 dengan berkembangnya buku terjemahan di Indonesia apakah buku-buku asli
 Indonesia menjadi tersaingi? Memang ada buku terjemahan yang sangat 
laku seperti Da Vinci Code karya Dan Brown dan La Tahzan karya Aidh 
al-Qarni. Namun buku-buku asli Indonesia semisal 
Ayat-Ayat Cinta
 karya Habbiburrahman AL-Shirazy dan Terapi Shalat Tahajjud karya 
Mohammad Soleh juga masih mempunyai pasar. Jadi, laku-tidaknya 
tergantung apakah buku terjemahan atau buku asli Indonesia itu memenuhi 
selera orang Indonesia.
Kapan penerbit menerbitkan buku 
terjemahan? Buku terjemahan jelas lebih mudah diterbitkan dibandingkan 
buku asli Indonesia. Jadi penerbit yang mau cepat berkembang dan 
memperbanyak produksinya akhirnya menerbitkan buku terjemahan.
Untuk
 buku terjemahan pengurusan hak cipta dan pembayaran royalti  biasanya 
melalui literary agent  yang ditunjuk si penerbit. Untuk royalti penulis
 meski ada yang mengurus sendiri, kebanyakan diwakili penerbit. Biasanya
 dalam perjanjian ada penyebutan soal jika sebuah buku diterjemahkan ke 
dalam bahasa asing.
Bagaimana dengan honor penerjemah?  Honor penerjemah dihitung per halaman.
Selain
 buku asing yang diterjemahkan ke Indonesia ada juga buku Indonesia yang
 diterjemahkan ke dalam bahasa asing dan kebanyakan karya sastra seperti
 karya alm Parmoedya Ananta Thoer. Jika bukunya diterjemahkan ke dalam 
karya asing penerbit akan memperoleh royalti yang dibagi dengan penulis 
buku tersebut.
J. Hal Lain Seputar Penerbitan
J 
Pada saat apa buku dikatakan tidak laku? Buku
 dikatakan tidak laku jika dalam setahun 3000 eksemplar tidak habis 
terjual. Biasanya penerbit memutuskan untuk menjualnya dengan diskon 
agar modalnya kembali dalam waktu cepat. Diskon biasanya dilakukan jika 
pergerakan buku lambat dan sudah melewati masa-masa emasnya.
J  
Apakah kita harus izin jika ingin mengutip dari buku lain?
 Syarat kutipan ini diatur oleh tata cara penulisan karya ilmiah. Asal 
menunjukkan sumbernya biasanya tak perlu izin.  Yang tidak dibolehkan 
apabila mengutip dan mengaku-aku miliknya.
J 
Bagaimana dengan izin jika ingin menerbitkan sendiri?
 Kita tidak perlu izin, hanya menyerahkan ke Departemen Kehakiman, 
Kejaksaaan atau Penerangan satu kopi begitu karya itu jadi. Kita tidak 
perlu menjadi anggota IKAPI untuk menerbitkan buku.
Biasanya saat ini ada katalog yang disebut ISSN dan ISBN. ISSN digunakan untuk katalog jurnal dan ISBN untuk buku.
J Bagaimana dengan buku referensi asing?
 Buku referensi asing harus izin karena ada hak cipta. Boleh tidaknya 
tergantung pada besaran royalti yang dibayar. Syarat lain yaitu tidak 
boleh menyinggung soal SARA.
J Akhir-akhir ini ada tren yang 
dikenal dengan penerbitan elektronik (e-Book) Namun agaknya di Indonesia
 ini belum terlalu memasyarakat. Mungkin lima atau sepuluh lagi e-Book 
ini akan lebih dikenal.
Mungkin sekian dulu artikel dari 
saya, semoga bermanfaat. Saran saya, jangan pernah berputus asa untuk 
menerbitkan buku Anda. Penulis terkenal seperti JK Rowling untuk fiksi 
atau Rhenald Kasali dan Jalaluddin Rahmat untuk nonfiksi juga pernah 
mereka kegagaln. Namun mereka tak kenal menyerah sehingga menghasilkan 
buku yang bermanfaat jika dibaca.
Jika Anda masih memiliki pertanyaan jangan sungkan untuk bertanya pada kami.